Tentang Penulis: #20 Perhiasan Dan Barang Berharga Dirampok Habis Di Rumah Baru Di Jakarta
Tidak lama setelah saya masuk ke sekolah SMP dan tinggal di rumah tante nomor 2 selama 6 bulan, kami mulai bersiap-siap untuk pindah ke rumah kami yang pertama di Indonesia yang terletak di daerah Pejaten Barat Jakarta Selatan.
Masih belum bisa beradaptasi dengan kehidupan di Indonesia
Pada mulanya ketika saya masuk SMP dan tinggal di rumah baru, saya mulai mengalami tekanan-tekanan yang sulit dijelaskan. Pada waktu itu saya mudah sekali emosi dan sedih seperti orang yang mempunyai penyakit depresi.
Penyebabnya adalah pada waktu yang sama saya harus beradaptasi dengan lingkungan hidup yang baru, sekolah baru, teman baru dan juga tempat tinggal baru.
Rumah dirampok, barang berharga di rumah semua tercuri
Suatu hari ketika saya diantar supir sepupu pulang ke rumah dari sekolah, saya melihat sebuah mobil polisi berhenti di depan rumah kami dan saya melihat wajah dua pekerja rumah tangga kami sangat ketakutan. Pada waktu itu usia mereka masih di bawah 20 tahun. Setelah menanyakan apa yang terjadi kepada mereka, ternyata rumah kami dirampok dan mereka berdua diikat oleh para pelaku. Pada waktu kejadian ayah sedang di kantor dan ibu sedang di rumah tante nomor 2.
Setelah ayah dan ibu kembali ke rumah bersama tante dan memeriksa apa saja yang dirampok, mereka menemukan bahwa semua barang berharga seperti perhiasan, barang-barang berharga lainnya serta semua uang kontan yang disimpan di rumah sudah tidak ada. Pada waktu itu saya hanya bisa duduk diam di sofa dan menangis.
Setelah kejadian ini, dua pekerja rumah tangga kami mengundurkan diri dari pekerjaan dengan alasan trauma dengan kejadian tersebut.
Usaha ayah tidak berjalan dengan lancar, banyak hal-hal tidak menyenangkan terjadi
Setelah kejadian perampokan, banyak hal yang tidak menyenangkan terjadi. Perencanaan bisnis ayah di Indonesia juga tidak berjalan dengan baik dan mengalami kerugian besar, sehingga ayah dan ibu sering bertengkar karena banyak tekanan terutama dalam hal keuangan pada waktu itu.
Bertengkar dengan sepupu-sepupu saya dan paman yang paling kecil
Hubungan saya dengan sepupu-sepupu saya juga tidak harmonis pada waktu itu. Saya mulai tidak tahan dengan sikap sepupu-sepupu yang terbiasa dimanja dan mau menang sendiri, maka kadang-kadang saya tidak bisa menahan diri dan memukul dia ketika bertengkar.
Pada waktu itu tante saya nomor 2 melahirkan anak ketiga perempuan. Kemudian nenek saya membawa adik ibu saya yang paling kecil yaitu paman nomor 7 yang lebih besar dari saya 3 tahun dari Surabaya datang ke Jakarta untuk membantu tante menjaga anaknya yang masih bayi dan tinggal bersama kami. Namun nenek memilih tinggal dengan kami karena dia tidak mau tinggal bersama suami tante saya.
Perbedaan budaya membuat saya mempunyai kesulitan untuk tinggal bersama paman saya. Saya terbiasa dengan didikan keluarga ayah yang keras dan serba teratur juga pengaruh saya depresi pada waktu itu, maka ketika terjadi ketidak cocokan dengan paman saya, saya menjadi cepat emosi dan berkelahi dengan dia. Hal tersebut membuat ibu dan nenek saya merasa sedih dan suasana di rumah selalu tidak ada sukacita.
Setelah melalui masa adaptasi di Indonesia, sepupu laki-laki dan paman nomor 7 menjadi sangat dekat dengan saya dan sampai saat ini kami masih mempunyai hubungan baik. Hubungan saya dengan mereka akan saya ceritakan di artikel-artikel berikutnya.
Merasa putus asa dan memohon kepada orang tua agar kembali ke Hong Kong
Setelah kejadian itu, ditambah dengan frustasi saya pada awal masuk sekolah karena tidak bisa mengikuti pelajaran dengan baik, maka untuk pertama kalinya saya berkata kepada ibu dan ayah bahwa saya ingin kembali ke Hong Kong. Saya merasa Indonesia bukan tempat tinggal yang cocok buat saya.
Namun ketika saya ingin kembali ke Hong Kong, hal ini tidak mudah bagi kami, karena kami telah meninggalkan semuanya di Hong Kong dan harus mulai dari nol lagi. Maka tidak mungkin bagi kami untuk kembali ke Hong Kong hanya karena permintaan saja. Saya harus tetap menjalankan semuanya walaupun harus berjuang lebih keras.
Seorang teman ibu saya membawa kami keluar dari jurang kesedihan
Suatu hari seorang wanita mengajak ibu saya ke sebuah acara ibadah. Ibu saya pada waktu ibadah merasa sangat tersentuh dan mendapatkan sukacita yang besar. Kemudian ibu saya membawa kami mengikuti ibadah di tempat yang sama. Sejak itu hidup kami mengalami perubahaan yang drastis. Hal ini akan saya ceritakan lebih lanjut di artikel berikutnya.